Menghormati Guru dan Sesama: Membangun Budaya Sekolah yang Mencerminkan Akhlak Mulia dan Sopan Santun
Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah institusi vital yang tidak hanya bertugas mencerdaskan secara intelektual, tetapi juga membentuk karakter dan moral siswa. Budaya sekolah yang kuat dan positif dibangun di atas fondasi adab dan etika, di mana praktik Menghormati Guru dan Sesama menjadi inti dari segala interaksi. Menghormati Guru dan Sesama merupakan cerminan dari akhlak mulia, yang melahirkan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan suportif. Tanpa nilai-nilai dasar ini, proses transfer ilmu tidak akan berjalan optimal, sehingga Menghormati Guru dan Sesama harus menjadi prioritas utama.
Strategi Penanaman Etika Melalui Keteladanan
Penanaman akhlak mulia tidak cukup hanya melalui teori di kelas Pendidikan Agama atau Pendidikan Pancasila. Strategi yang paling efektif adalah melalui keteladanan dari seluruh warga sekolah, terutama para guru dan staf. SMA harus memiliki kode etik perilaku yang jelas bagi guru dan siswa, serta secara konsisten menegakkan aturan tersebut. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menekankan pentingnya peran guru sebagai teladan, di mana guru wajib menunjukkan sikap santun dan profesional di dalam maupun di luar kelas. Kemendikbudristek telah meluncurkan program pelatihan Etika Profesional Guru pada hari Selasa, 10 Maret 2026, yang wajib diikuti oleh seluruh tenaga pengajar.
Peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam Pembinaan Moral
Guru Bimbingan dan Konseling (BK) memiliki peran sentral dalam memediasi konflik antar siswa dan melakukan intervensi dini terhadap perilaku tidak sopan atau perundungan (bullying). Pendekatan yang digunakan harus persuasif dan berorientasi pada perbaikan karakter, bukan hanya penghukuman. Sekolah juga dapat menerapkan sistem penghargaan (reward system) untuk siswa yang menunjukkan kepedulian sosial tinggi atau sikap Menghormati Guru dan Sesama secara konsisten. Dinas Pendidikan Provinsi mencatat bahwa sekolah yang menerapkan sistem poin penghargaan perilaku positif mengalami penurunan kasus indisipliner hingga 25% pada tahun ajaran 2025/2026.
Pencegahan Tindak Kekerasan dan Aspek Hukum
Untuk menjamin budaya hormat dan santun, sekolah harus memiliki kebijakan anti-kekerasan dan anti-perundungan (bullying) dengan sanksi yang tegas. Lingkungan sekolah harus menjadi zona aman, dan setiap pelanggaran yang bersifat fisik maupun verbal harus ditangani secara serius. Apabila terjadi kasus kekerasan yang melibatkan pelanggaran hukum, pihak sekolah harus bekerjasama dengan aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) melalui unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA). PPA Polri secara rutin memberikan sosialisasi di SMA mengenai konsekuensi hukum dari tindakan perundungan dan kekerasan. Sosialisasi ini diadakan setiap hari Rabu di awal semester, menegaskan bahwa tindakan tidak berakhlak mulia dapat berujung pada proses hukum.
